Mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan, bisnis franchise bisa didefinisikan sebagai hak khusus yang dimiliki oleh perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan jasa dan produk yang telah terbukti berhasil dan bisa digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.
Nah, buat Anda yang berencana akan membeli franchise, jangan cuma cari tahu definisinya. Ada hal lain seperti regulasi pemerintah, istilah-istilah yang digunakan, dan mekanisme franchise yang perlu dipelajari. Simak informasinya di sini!
Peraturan Pemerintah tentang Bisnis Franchise
Dasar hukum bisnis franchise di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 tentang Waralaba dan Peraturan Menteri Perdagangan No. 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Waralaba.
Sementara itu, perjanjian franchise harus mematuhi persyaratan yang disebutkan dalam Pasal 1320 KUHPer dan asas kebebasan berkontrak dalam Pasal 1338 KUHPer.
Adapun peraturan pendukung lain tentang penyelenggaraan waralaba bisa Anda temukan dalam:
- UU No. 15 Tahun 2001 mengenai Merek
- UU No. 14 Tahun 2001 mengenai Paten
- Peraturan menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 31/M-DAG/PER/8?20018 mengenai Penyelenggaraan Waralaba
- Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 259/MPP/KEP/7/1997 mengenai Ketentuan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba
Dasar hukum ini perlu dipahami baik oleh franchisor maupun franchisee. Bagi franchisor, dasar hukum ini menjadi landasan dan panduan dalam membuat surat perjanjian franchise. Sementara bagi franchisee, ini bisa dijadikan indikator apakah perjanjian franchise telah mematuhi regulasi yang berlaku.
Istilah dalam Bisnis Franchise
Setelah memahami regulasi yang berlaku di Indonesia, selanjutnya Anda juga harus mengetahui terminologi yang digunakan dalam bisnis waralaba seperti berikut ini.
1. Franchise Agreement
Franchise agreement adalah perjanjian antara franchisor dan franchisee terkait hak dan kewajiban yang mengatur kedua belah pihak dalam proses menjalankan usaha franchise.
2. Franchisor
Franchisor (pewaralaba) adalah orang atau badan usaha yang menjual hak bisnis termasuk hak atas kekayaan intelektual usaha yang dimiliki kepada pihak lain untuk memperluas dan mendistribusikan bisnisnya.
3. Franchisee
Franchisee (terwaralaba) adalah orang yang membeli dan menerima hak bisnis dari franchisor.
4. Franchise Fee
Franchise fee adalah biaya awal yang harus dibayar franchisee agar dapat mengoperasikan sebuah franchise yang dimiliki oleh franchisor. Biaya ini bisa dianggap sebagai biaya pembelian hak franchise atau biaya awal waralaba.
5. Royalty Fee
Royalty fee adalah biaya yang dibayarkan oleh franchisee kepada franchisor sebagai kontribusi bagi hasil selama masa dan perjanjian franchise berlaku.
6. Master Franchise
Franchisee yang memiliki dan diberi hak eksklusif untuk menggunakan merek dagang di wilayah tertentu, yang cakupan areanya cukup luas, sehingga tidak ada franchisee lain dengan merek dagang yang sama di wilayah tersebut. Tentu saja mekanisme dan isi perjanjiannya cukup berbeda dari franchise pada umumnya.
7. Conversion Franchise
Proses transisi dan modifikasi bisnis yang sudah ada menjadi jaringan bisnis franchise dengan mengadopsi merek dagang, produk, dan sistem bisnis yang dimiliki franchisor.
8. Transfer Fee
Biaya yang terjadi ketika franchisee menjual kembali hak waralabanya ke pihak ketiga. Pada kondisi ini, franchise fee bakal lebih murah karena pihak ketiga tidak perlu membayar penuh biaya tersebut.
Mekanisme Bisnis Franchise
Pada praktiknya, mekanisme bisnis franchise cukup beragam. Baik dalam bentuk kerja sama maupun sistem bagi hasilnya. Berikut adalah penjelasan seputar mekanisme franchise yang umum dilakukan.
Bentuk Bisnis Franchise
Secara umum, ada dua bentuk franchise yang sering digunakan, yaitu berupa dukungan layanan dan penggunaan lisensi merek dagang.
- Pada format bisnis yang pertama, franchisor akan menyediakan dukungan dan layanan kepada franchisee sebagai pemegang franchise untuk memaksimalkan penjualan produk.
- Format bisnis yang kedua, franchisor akan menjual merek dagang atau lisensink franchise kepada franchisee dengan membayar sejumlah franchise fee di awal kerja sama. Biasanya kontrak ini berlaku untuk kurun waktu tertentu. Setelah kontrak habis, franchisee bisa melanjutkan usaha atau mengakhiri kontrak.
Di antara kedua bentuk franchise tersebut, format bisnis kedua lebih banyak digunakan. Pasalnya, cara kerjanya dianggap menguntungkan kedua pihak dan keduanya harus sama-sama berkomitmen membangun usaha dengan serius
Mekanisme Bagi Hasil
Seperti yang disebutkan sebelumnya, dalam franchise ada istilah royalty fee untuk menggambarkan sejumlah biaya yang dibayarkan oleh franchisee kepada franchisor sebagai bentuk bagi bagi hasil. For your information, royalty fee bukan semata-mata untuk “menguntungkan” franchisor melainkan juga digunakan untuk berbagai keperluan, seperti biaya pelatihan, pelaksanaan audit, atau pengembangan bisnis. Pada umumnya, ada 3 mekanisme bagi hasil, yaitu:
1. Royalty Fee Berdasarkan Persentase
Pada mekanisme ini, franchisor telah menentukan persentase bagi hasil yang disyaratkan. Besarannya dihitung dari hasil penjualan kotor (gross sales) yang diterima selama periode tertentu dan berapa besarnya tergantung kesepakatan atau ketetapan yang berlaku. Namun, secara umum ada dua mekanisme yang biasa digunakan yaitu:
- Flat percentage, dimana besaran persentasenya tetap alias tidak bisa diubah berapapun pemasukan yang didapatkan franchisor selama waktu tertentu.
- Progressive percentage, dimana besaran persentasenya bisa berubah menyesuaikan jumlah pendapatan yang diterima franchisee dalam waktu tertentu.
2. Royalty Fee Berdasarkan Nominal
Berbeda dengan mekanisme persentase, dalam mekanisme ini franchisor menggunakan nominal untuk menentukan besaran royaltinya.
Misalnya, untuk pendapatan sebesar 1 miliar royalty fee yang harus dibayarkan sebesar 50 juta sementara untuk pendapatan sebesar 2 miliar royalty fee yang harus dibayar sebesar 75 juta. Meski nominalnya naik tapi sebenarnya lebih kecil jika dibandingkan dengan persentasenya. Mekanisme ini cukup efektif untuk memotivasi franchisee meningkatkan penjualannya.
3. Tanpa Royalty Fee
Sebaliknya, ada franchisor yang tidak mensyaratkan royalty fee dan keuntungan yang diperoleh sepenuhnya menjadi milik franchisee.
Mekanisme ketiga inilah yang digunakan oleh Doyan Ayam kepada para mitra kami. Tentu kami telah memperhitungkan dan mempertimbangkan keputusan ini. Namun, sesuai visi perusahaan, kami ingin menjadi gerai resto ayam geprek yang inovatif, terbesar, dan paling menguntungkan di Asia dengan membantu mitra kerja kami untuk membangun bisnis yang sukses dan menguntungkan.
Yuk, segera bergabung sebagai mitra kami dengan menghubungi tim kami melalui nomor Whatsapp 0838-3106-5888 atau klik link ini untuk mempelajari penawaran kerja samanya. Mindo tunggu ya!














